Friday, August 11, 2006

Drupadi 2006

Malam itu Drupadi mengatakan apa yang selama ini mengganggunya.

"Kakang Yudhistira yang aku sayangi melebihi keluarga dan kerajaan ayahku,
bagaimanakah aku hendak menyatakan kerisauan dalam hatiku
bagaikan lilin yang tak pernah padam,
terus membara walaupun lama terpendam.

hatiku tak berada di sini,
walaupun tubuhku akan selalu di sisimu, melayanimu, mengabdi padamu,
sebagai istrimu.

Jiwamu terpaut pada guliran dadu yang telah melemparkanku
menjadi obyek nista Dursasana.
Kakang Yudhistira, aku tak pernah menjadi cinta bagimu.
Permata, gemerlap dan limpahan harta,
mungkin semata itu aku untukmu.

Tapi seorang Drupadi membutuhkan lebih dari semua itu.
Aku butuh seseorang yang akan selalu mendengarkanku
walaupun untuk hal terkecil.
Ia akan mendengarkanku berkeluh kesah saat rambutku rontok
hingga saat aku tak lagi mampu berjalan.

Kakang Yudhistira yang masuk nirwana dengan jagad kasar,
aku tidak butuh kesempurnaanmu.
aku hanya ingin kemerdekaanku
untuk memelihara cinta yang tumbuh di dada
bagaikan kuku, walaupun dipotong terus tumbuh dan tumbuh lagi"

Drupadi menghela napas di antara panjangnya kalimat.
Di sunyi sudut, Yudhistira mematung tanpa suara.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home